Berqurban Dengan Uang Zakat
Tanya:
Assalaamu’alaikum
Ustadz, ini ada pertanyaan:
Apakah boleh/syah rencana uang zakat maal untuk tahun depan, diambil sekarang untuk digunakan beli hewan qurban?
Jadi zakat maalnya dirupakan hewan qurban.
2. Apakah syah qurbannya seseorang yang uangnya diambil dari harta warisan yang belum dibagi, dan qurbannya itu diatasnamakan satu keluarga ahli waris tersebut?
Terima kasih, jazakumulloh khoiron (Dari jama’ah pengajian Ranting Muhammadiyah Lontar –Sambikerep – Surabaya)
Jawab:
Wa’alaikumussalam warahmatullohi wabarakatuh.
Penanya yang budiman, terimakasih atas pertanyaannya, semoga Alloh Ta’ala selalu melindungi kita semua.
Jawaban dari pertanyaan pertama:
Sebenarnya menurut hukum Islam uang zakat yang belum waktunya untuk dikeluarkan itu adalah merupakan harta tam (sepenuhnya) yang masih menjadi pemilikan yang sah bagi muzakki (orang yang wajib zakat), artinya uang tersebut bukan milik mustahiq (orang yang berhak menerima zakat/8 golongan), maka sudah barang tentu uang tersbut masih boleh digunakan untuk apa saja (misalnya untuk beli hewan qurban), kecuali jika uang zakat tersebut sudah waktunya wajib untuk dikeluarkan zakatnya, maka uang ini bukan lagi menjadi milik muzakki, tetapi uang tersebut hakekatnya adalah milik para mustahiq (8 golongan), maka dengan demikian uang zakat yang masih dipegang atau masih dibawa oleh muzakki, tentu saja uang tersebut tidak boleh digunakan oleh muzakki (misalnya membeli hewan qurban).
Oleh karena itu, muzakki sama sekali tidak dibenarkan menggunakan uang zakat itu untuk membeli hewan qurban. Karena berarti dianggap telah menggunakan harta orang lain tanpa izin dari pemiliknya. Meskipun pada akhirnya hewan qurban itu akan disembelih dan dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.
Disamping itu, dalam ibadah qurban, pemilik hewan qurban disyariatkan untuk makan sebagian daging hewan qurbannya. Jika ini diambilkan dari harta zakatnya, berarti ada bagian zakatnya yang dia makan sendiri, dan hal seperti ini jelas dilarang oleh agama.
Jadi dengan demikian uang zakat tersebut adalah milik para mustahiq. Tentu saja menggunakan uang zakat seperti ini untuk membeli hewan qurban, maka qurbannya tidak diterima (tidak sah).
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah ditegaskan, “Tidak boleh membeli hewan qurban dengan harta zakat. Karena harta zakat bukan milik muzakki, sehingga dia tidak bebas menggunakannya untuk membeli hewan qurban atau yang lainnya. Yang benar, harta zakat ini milik delapan golongan yang disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 60.” [Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 54515]
Jawaban yang kedua:
Harta waris itu adalah harta milik orang yang meninggal dunia, kemudian pemilikannya pindah ke ahli warisnya. Dalam syariat Islam (hukum waris) sudah ada ketentuan siapa saja yang menjadi ahli waris dan berapa besar bagian masing-masing.
Adapun berkaitan dengan masalah membeli hewan qurban dari harta waris yang masih belum dibagi, hal ini tergantung kesepakan ahli waris (hasil musyawarah). Jika sudah ada kesepatan dari ahli waris, maka berqurban dari harta waris seperti ini, hukum boleh dan tentu harus memperhatikan ketentuan syariat qurban, yaitu 1 ekor sapi untuk atas nama 7 orang sebagai shahibul qurban dan 1ekor kambing untuk atas nama 1 orang sebagai shahibul qurban.
Sebagaimana yang diterangkan oleh hadits di bawah ini:
Dari ‘Atha’ bin Yasar, ia berkata,
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوْبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُوْنَ وَيُطْعِمُوْنَ
Artinya: “Aku pernah bertanya pada Ayyub Al Anshari, bagaimana qurban di masa Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berqurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan qurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya.” [HR. Tirmidzi no. 1505, shahih]
Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits ini adalah dalil tegas bahwa satu kambing bisa digunakan untuk berqurban satu orang beserta keluarganya, walau jumlah anggota keluarga tersebut banyak. Inilah yang benar.”
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad berkata, “Di antara petunjuk Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam, satu kambing sah untuk qurban satu orang beserta keluarganya walau jumlah mereka banyak.”
Imam Asy Syaukani mengatakan, “Yang benar, qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” Beliau sebutkan hal ini dalam Nailul Authar.
Ada baiknya kami sertakan di sini argumentasi yang diajukan Ibnu Rusyd dari Madzhab Maliki. Ia menjelaskan kenapa ulama sepakat qurban satu ekor kambing hanya untuk satu orang, sebagai berikut:
Karena memang pada dasarnya ibadah qurban seseorang itu hanya memadai untuk satu orang. Karenanya para ulama sepakat dalam menolak persekutuan qurban beberapa orang atas seekor kambing. Kenapa kami katakan ‘pada dasarnya ibadah qurban seseorang itu hanya memadai untuk satu orang?’ Pasalnya, perintah qurban tidak terbagi (untuk kolektif, tetapi per orang). Ketika orang bersekutu atas seekor hewan qurban, maka sebutan ‘orang berqurban’ tidak ada pada mereka. Lain soal kalau ada dalil syara’ yang menunjukkan itu. (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, halaman 396).
Dari Jabir radhiyallohu ‘anhu., ia berkata:
نَحَرْنَا مَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
Artinya: “Pada tahun Hudaibiyah, kami bersama Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam menyembelih seekor unta untuk 7 (tujuh) orang dan seekor sapi untuk 7 (tujuh) orang.” [HR. Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi].
Dalam kitab Shahih Muslim Juz I halaman 602, hadits di atas disebutkan dalam Bab: bergabung dalam penyembelihan dam yakni denda dalam ibadah haji karena dilaksanakan dengan tamattu‘ atau qiran, dengan lafadh:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحُدَيْبِيَةَ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir Ibnu Abdulloh radhiyallohu ‘anhu., ia berkata: kami bersama Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam pada tahun Hudaibiyah menyembelih seekor unta untuk 7 (tujuh) orang dan seekor sapi untuk 7 (tujuh) orang.” [HR. Muslim].
Dalam kitab Subulus-Salam Juz IV halaman 95-96, ditegaskan bahwa berdasarkan hadits di atas kebolehan bergabung 7 (tujuh) orang pada satu ekor unta atau satu ekor sapi adalah untuk penyembelihan hewan dam. Kemudian sebagian ulama menqiyaskan (menganalogikan) pada penyembelihan hewan qurban. Namun qiyas ini oleh ash-Shan‘ani, – pengarang kitab Subulus-Salam, – ditolak, karena tentang kebolehan bergabung 7 (tujuh) orang pada satu ekor sapi, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhuma., yang menyebutkan:
كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَحَضَرَ اْلأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيْرِ عَشَرَةً
Artinya: “Kami bersama Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan, kemudian tiba Hari Raya Adlha. Kami bergabung dalam berqurban, seekor sapi untuk 7 (tujuh) orang dan seekor unta untuk 10 (sepuluh) orang.” [HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i].
Demikia jawaban dari kami, semoga bisa mencerahkan.
Wallohu ‘alamu bish-shawab.